Click here for Myspace Layouts

Kamis, 14 Oktober 2010

KEBEBASAN

Kebebasan adalah sesuatu yang menjadi hak asasi manusia. Kebebasan adalah ekpresi kemerdekaan seseorang mengaktualisasi dirinya secara optimal dalam berbagai area kehidupan tanpa adanya tekanan apalagi paksaan ketika menjalankannya, juga bebas meyakini sesuatu yang dianggap terbaik menurut pemikirannya tanpa harus melihat, mendengarkan bahkan meminta pendapat dari siapapun. Oleh karena itu setiap manusia begitu mengagungkan kebebasan, segala sesuatu yang menghalangi dan membatasi ekspresi seseorang dianggap telah melanggar hak asasi manusia tak peduli situasi-kondisi dimana seseorang mengekspresikan kebebasannya.

Dalam era modern (reformasi) sekarang ini kebebasan telah menjadi harga mati, kebebasan telah menjadi standart (tolak ukur) aktualisasi diri seseorang ketika berkiprah dalam lingkungan sosial masyarakat, budaya, politik dan ekonomi. Juga ada kecenderungan untuk memasukkan kebebasan dalam tatanan system keagamaan walaupun seringkali terjadi diskursus-diskursus yang sangat intens didalamnya. Kebebasan menjadikan situasi-kondisi berbagai lapangan kehidupan mengalami perubahan signifikant, tentunya ini tidak bisa dihindari hanya yang perlu dilihat adalah apa pengaruhnya terhadap kehidupan manusia umumnya.

Pertanyaannya kemudian adalah apakah betul manusia bebas 100% mengarungi hidupnya? Apakah manusia betul-betul bebas mewujudkan cita-cita ideal sesuai dengan proses dan alur yang dikehendaki? Apakah manusia bebas menjadi seseorang seperti gambaran ideal tentang dirinya? Ketika kita menggali lebih jauh dan dalam realitas pelangi kehidupan dengan serba-serbinya serta gambaran ideal yang seringkali tidak sama persis adakalanya malah tidak sesuai harapan, tentu pada akhirnya hakikat manusia adalah sosok yang tidak bebas walaupun berusaha mencitrakan diri sebagai manusia sangat bebas.

Sebagai contoh ketika kita melihat orang-orang sukses bahkan melegenda hingga hari ini misalnya HONDA, BILL GATES, OPRAH W dan lain-lain, dalam perjalanan seringkali cita-cita ideal dan proses (alur cerita) pencapaian tidak seperti yang digambarkan dalam benaknya, banyak hal-hal yang tidak terduga di luar ekspektasi. Seharusnya kalau manusia itu bebas 100% tidak akan terjadi hal-hal tak terduga di luar skema dan alur. Kebebasan manusia seharusnya mampu membentuk realitas hidup tanpa melalui hal-hal tak terduga. Manusia menjadi sosok yang tak terbatas dan luas, tetapi benarkah demikian adanya?

Realitas alam raya telah menggambarkan sebuah dinamika serta pelangi kehidupan dimana kebebasan adalah sesuatu yang nisbi, artinya ada banyak opini serta pendapat berbeda dalam memaknai kebebasan itu sendiri tergantung latar belakang dan situasi-kondisi yang terjadi. Kebebasan bukan sesuatu yang muthlaq tidak ada batas dan merdeka. Ia juga harus dipandang dari berbagai sudut serta aspek yang melingkupinya tidak hanya bersandar secara subyektif dalam satu sudut/aspek. Tanpa itu maka yang terjadi adalah disharmoni kehidupan sehingga mungkin terjadi kerusakan baik dalam skala besar maupun kecil seperti pernah terjadi pada perang dunia 1 dan 2.

Di sisi lain, diakui atau tidak manusia akan bergantung kepada kekuatan di luar dirinya ketika menghadapi ketidakpastian dan kekhawatiran masa depan yang dalam hal tertentu tidak dapat diukur sekalipun dengan teknologi tercanggih, dalam konsep agama ini diidentikkan dengan konsep mengenai TUHAN. Manusia modern dengan segala kebebasan dan kemerdekaan individualnyapun saat ini pada akhirnya mengakui eksistensi TUHAN dalam kehidupan. Oleh karena itu banyak diantara mereka kemudian melakukan pencarian-pencarian untuk menemukan TUHAN sejati yang mampu memberikan keARIFan nan bebas sebagai wujud ketergantungan terhadap kekuatan di luar dirinya tersebut.

Disadari atau tidak manusia hakikatnya dibatasi oleh ruang dan waktu, dan ini adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari/dielakkan, terlebih jika mencoba lari darinya. Saat ini, penemuan teknologi sangat canggih dapat meminimalisir keterbatasan ruang dan waktu tersebut, tetapi apakah dengan demikian manusia dapat menjadikan dirinya tidak terbatas? Apakah teknologi tersebut dapat melepaskan dirinya dari lingkup ruang dan waktu? Kenyataannya sehebat-hebat manusia tetap dibatasi oleh waktu (24 jam-tidak lebih), usia, kematian serta keterbatasan jangkauan kemampuan panca indera dalam menyikapi lingkungan sekitar (manusia dan alam raya).

Oleh karena itu, KEBEBASAN adalah sesuatu yang harus ditempatkan secara arif dan bijak serta disesuaikan dengan realitas kehidupan. KEBEBASAN adalah seseorang dapat mengekspresikan kemerdekaannya dengan tepat dan pada tempatnya bukan semau gue. KEBEBASAN adalah memaksimalkan potensi individu secara optimal tanpa harus mengganggu keutuhan masyarakat. KEBEBASAN bukan berarti legalitas (alasan n pembenaran) untuk menjadi TIDAK BERADAB dengan melanggar etika dan norma sosial-budaya…….KEBEBASAN juga bukan untuk menjadikan diri dan komunitasnya MENJADI TUHAN, tetapi ingat di balik alam jagad raya ada TUHAN SANG PEMILIK..tinggal MAUKAH ANDA MENJADIKAN-NYA SEBAGAI PUNCAK KEHIDUPAN.....

KEMUDIAN KITA...
LAHIR SEBAGAI MANUSIA DENGAN...
RASA BEBAS DAN HATI YANG IKHLAS...

RUTINITAS SANG FITRI

Idul Fitri adalah hari yang sangat spesial bagi umat Islam di belahan bumi manapun dia berada. Khususnya di negeri gemah ripah loh jinawi ini (Indonesia), lebih dikenal dengan istilah "LEBARAN". Lebaran disambut dengan riuh gempita kebahagiaan, senyum sapa kesucian lahir batin dan makanan khas 'Idul Fitri. Berbagai budaya menyemarakkan suasana hari raya di seluruh sudut wilayah nusantara dari mulai daerah TK II sampai ibukota Negara Republik Indonesia. Secara kasat mata tentunya ini menjadi fenomena menarik dan patut dibanggakan bahwa umat Islam begitu peduli merayakan hari raya, artinya hal ini menunjukkan bahwa Agama Islam menjadi nafas keseharian dan identitas jati diri masyarakat negeri, menjadi dasar kebudayaan lokal bangsa serta menjadi standart rujukan nilai-nilai peradaban Bangsa Indonesia. Tetapi, apabila kita gali lebih dalam lagi 'Apakah Agama Islam ini BENAR-BENAR telah seperti yang telah diasumsikan seperti diatas? Apakah fenomena permukaan ini mencerminkan kedalamannya?

Fenomena Idul Fitri/Lebaran melahirkan antusias begitu luar biasa dalam masyarakat yang mestinya menjadi cermin kelulusan kita setelah menjalani madrasah RAMADLAN. Sebuah kebahagian yang melahirkan kedamaian, ketenangan, kesejukan nan fitri berangkat dari perjalanan RAMADLAN penuh makna lahir-batin, dimensi baru pemahaman religius-spiritual dan ruh keagamaan dalam diri anak-anak bangsa, serta kesadaran fitri seorang manusia Khalifah ALLAH di muka bumi. Sebuah kebahagiaan dari dasar-dasar diatas kemudian menjadikan seseorang menjadi ber-Taqwa sebagaimana disebutkan dalam Kitab Suci. Menurut sudut pandang lain, Lebaran adalah ending (akhir) sebuah perjalanan diklat yang panjang dan melelahkan untuk memasuki perjalanan baru ke depan. Idul Fitri/Lebaran adalah tanda bahwa kita siap mengarungi perjalanan berikutnya.

Pada hari raya Idul Fitri/Lebaran semua terasa melebur tanpa dibatasi oleh sekat apapun, semua berlapang dada dan ikhlas berbicara dari hati ke hati tanpa melihat subyektifitas masa lalu kita masing-masing dan tanpa merasa bahkan mengungkit beban diantara seluruh insan-insan manusia. Hari itu semua berkumpul dalam satu irama keanggunan suci nan fitri dibalut kesadaran bahwa diri kita masing-masing adalah sang fitri. Mungkin hanya di hari inilah kita mampu menyatukan perbedaan bukan hanya yang bersifat fisik/lahir tetapi juga ruh/bathin walaupun sebelumnya kita selalu dihadapkan berbagai persoalan yang muncul ketika masing-masing insan manusia berintegrasi dan beraktualisasi dalam kehidupannya. Semuanya luluh, lepas serta bebas tanpa bekas.

Berangkat dari bingkai diatas maka efek hari raya itu seharusnya menjadi warna keseharian insan manusia ke depan. Dia tidak hanya menjadi satu hari khusus sebagaimana layaknya ulang tahun misalnya, hari pernikahan atau hari-hari lainnya. Ia bukan hari khusus yang terpisah dari hari-hari selanjutnya sehingga kita lupa telah melaluinya bahkan lebih parah lagi kita tidak pernah melaluinya seolah-olah hari raya itu tidak ada. Ketika waktu berjalan dalam putaran ritme alam raya, maka sang fitri menjadi sesuatu yang usang serta kadaluarsa, ia tidak layak kita tampilkan walaupun hanya sekedar sedikit sebagai bagian dari sesuatu yang terasa indah, damai dan menyejukkan. Kita menjadi kehabisan logika dan kata-kata untuk melihat juga memaknai Idul Fitri/Lebaran secara jernih dalam mengisi rutinitas keseharian kita.

Dari sebuah sudut pandang, Idul Fitri/Lebaran adalah hari pembuka, ia tersenyum menyapa hari-hari selanjutnya penuh dengan romansa sang fitri. Pesonanya begitu melekat sehingga sulit rasanya melepaskannya, ia menjadi identitas diri penuh makna dan kesadaran dengan dasar kokoh bukan sekedar kepercayaan dari sesepuh yang tidak kita mengerti. Kita tidak punya alasan untuk menanggalkannya, bahkan relung-relung diri kita yang terdalam akan berteriak, memberontak dan memaki diri kita sendiri seolah-olah kita adalah sosok terbodoh yang lebih rendah dari binatang terkotor sekalipun. Mungkin seluruh makhluq alam semesta raya akan mentertawakan kita karena ketidakmampuan memotret dengan jernih apa yang dialami dan dirasakan kemudian dievaluasi sebagai bahan untuk diaplikasikan dalam rutinitas kehidupan hari-hari selanjutnya.

Hari-hari lain adalah hal yang berbeda dari Lebaran. Tetapi apakah benar demikian..Pertanyaannya apakah suasana lebaran tidak ingin kita rasakan di hari-hari selanjutnya? Bukankah nurani kita selalu ingin berjalan dalam keharmonisan, kedamaian dan kesejukan abadi? Benarkah kita sudah menjadikan sang fitri sebagai sahabat sejati dalam realitas kehidupan? Terasa sulit memang menjawab pertanyaan-pertanyaan ini karena pada akhirnya akan kembali kepada diri kita masing-masing apalagi di zaman yang serba BEBAS termasuk BEBAS BERKETUHANAN. Kita terbiasa mengkotak-kotakan hari dan mendefinisikan hari secara terpisah sesuai dengan momentum dan keperluan. Oleh karena itu sudut pandangnya kemudian melihat hanya sisi luar atau kulit, tidak menyentuh esensi atau sisi dalamnya sehingga ia hanya menjadi agenda bukan kesempatan. Ia hanya menjadi bingkai bukan essai dan ia hanya menjadi riuh keramaian bukan relung kesucian

Seseorang boleh memilih way of life (prinsip hidup) seperti apa yang dia inginkan, dalam sudut pandang apa dia melihat hari Idul Fitri/Lebaran, apakah ia merupakan hari pembuka or sekedar hari-hari spesial. Satu diantara dua pilihan yang pada akhirnya akan dipertanggung jawabkan masing-masing individu kelak di hadapan Tuhannya dan tidak ada satupun dapat mempengaruhi (melobby) atau dimintai pemikiran-pendapatnya baik secara individual ataupun komunal (komunitas masyarakat atau bangsa). Bagaimanapun sudut pandang seseorang sangat dipengaruhi kuantitas dan kualitas pemahamannya terhadap konsep Idul Fitri/Lebaran itu sendiri. Persoalannya apakah ada kesadaran untuk senantiasa meng-up grade dan meng-up to date sudut pandang seiring semakin seringnya kita mengalami rutinitas tahunan ini ATAU hanya DIAM, karena dianggap sudah SEMPURNA DAN MUMPUNI…….

BRAVO INDONESIA …………..MAJULAH BANGSAKU
MENGGAPAI
PERADABAN EMAS